Selasa, 22 November 2016

TEORI FRAUD

TEORI FRAUD

Fraud Triangle (Segitiga Fraud)
Menurut teori ini, ada tiga faktor yang mendorong terjadinya sebuah kecurangan (fraud) yaitu pressure (tekanan), opportunity (peluang), dan rationalization (rasionalisasi atau sikap), sebagaimana tergambar berikut ini:



Pressure
Pressure adalah dorongan yang menyebabkan seseorang melakukan fraud, biasanya dorongan ini berupa tekanan yang dihadapi oleh seorang karyawan terkait dengan masalah pekerjaan yang menumpuk dan harus diselesaikan dalam waktu yang singkat. Tekanan ini bisa menjadi pendorong terjadinya fraud .
Opportunity
Opportunity adalah peluang yang biasanya dimanfaatkan untuk melakukan fraud. Peluang ini bisa terjadi karena internal control yang kurang atau sedang lengah kemudian dijadikan kesempatan oleh karyawan untuk melakukan fraud.
Rationalization
Rasionalisasi merupakan elemen penting dalam terjadinya fraud. Pada tahap rasionalisasi, pelaku berusaha mencari pembenaran terhadap apa yang dilakukannya seperti beralasan bahwa dia mencuri asset untuk membantu keluarga di rumah atau dia korupsi untuk membayar utang yang menumpuk. Etika seseorang sangat diperhitungkan disini, jika pada dasarnya orang tersebut jujur, maka kecil kemungkinan dia akan melakukan fraud, begitu pula sebaliknya.
Jika tekanan dan peluang yang ada sangat tinggi sedangkan etika atau rasionalisai seseorang rendah (buruk), maka kemungkinan terjadinya fraud semakin tinggi. sebaliknya, jika tekanan dan peluangnya rendah sedangkan etika atau rasionalisasi seseorang besar (baik) maka kemungkinan terjadinya fraud semakin kecil atau bahkan tidak ada.

Fraud Diamond
Selain tiga faktor yang telah disebutkan pada Fraud Triangle, pada kenyataannya ada satu faktor lagi yang dapat memungkinkan terjadinya fraud yaitu Individual Capability. Individual capability merupakan daya atau kemampuan pribadi seseorang yang memungkinkan untuk melakukan fraud di perusahaan seperti kecerdasan, jabatan, atau bahkan kebiasaan melakukan kebohongan.
Berikut adalah gambar untuk Fraud Diamond

Dalam Fraud Diamond, kemampuan atau kapabilitas individu memiliki peran penting dalam upaya terjadinya fraud. Oleh karena itu, jika kemampuan atau kapabilitas seseorang dapat digunakan dengan sebaik-baiknya, kecil kemungkinan fraud akan terjadi.
Jadi, menurut teori ini, seseorang dapat melakukan fraud jika ada tekanan, peluang, dan rasionalisasi yang didukung dengan adanya kemampuan untuk melakukan fraud

Fraud Pentagon
Teori terbaru yang mengupas lebih dalam mengenai faktor-faktor pemicu fraud adalah Teori Fraud Pentagon (Crowe’s fraud pentagon theory). Teori ini dikemukakan oleh Crowe Howarth pada 2011. Teori fraud pentagon merupakan perluasan dari teori fraud triangle yang sebelumnya dikemukakan oleh Cressey, dalam teori ini menambahkan dua elemen fraud lainnya yaitu kompetensi (competence) dan arogansi (arrogance).



Kompetensi (competence) yang dipaparkan dalam teori fraud pentagon memiliki makna yang serupa dengan kapabilitas/kemampuan (capability) yang sebelumnya dijelaskan dalam teori fraud diamond oleh Wolfe dan Hermanson pada 2014. Kompetensi/kapabilitas merupakan kemampuan karyawan untuk mengabaikan kontrol internal, mengembangkan strategi penyembunyian, dan mengontrol situasi sosial untuk keuntungan pribadinya (Crowe,2011). Menurut Crowe arogansi adalah sikap superioritas atas hak yang dimilki dan merasa bahwa kontrol internal atau kebijakan perusahaan tidak berlaku baginya.

Fraud scale
Teori fraud scale merupakan teori lanjutan dari teori fraud triangle. Teori ini mengukur kemungkinan tindakan penipuan dengan cara mengevaluasi kekuatan tekanan, kesempatan dan integritas pribadi. Ketika tekanan situasional dan kesempatan untuk melakukan fraud tinggi namun integritas personal rendah maka kemungkinan terjadinya fraud akan sangat tinggi. Kesempatan yang dimaksud disini adalah adanya asimetri informasi dan kondisi pengendalian internal dalam sebuah orgnaisasi. Motivasi seseorang melakukan fraud adalah untuk keuntungan pribadi.  Dalam kondisi adanya asimetri informasi dan tidak terdapat elemen pengendalian internal dalam organisasi, individu dengan level penalaran moral rendah cenderung akan memanfaatkan situasi tersebut untuk keuntungan pribadinya, misalnya tindakan yang berhubungan dengan kecurangan akuntansi. Kondisi tersebut sesuai dengan yang ada dalam tingkatan level preconventional Kohlberg yaitu individu yang memiliki level penalaran moral rendah memiliki motivasi utama untuk kepentingan pribadinya. Sementara itu, individu dengan level penalaran tinggi dalam kondisi tidak terdapat elemen pengendalian internal di organisasi tetap tidak akan melakukan kecurangan akuntansi yang tidak etis dan akan merugikan banyak pihak.


Fraud white collar crime
White-collar crime adalah suatu kejahatan yang nyata.Hal ini diungkapkan oleh Sutherland (1940) yang menyatakan bahwa :
“White-collar crime is real crime. It is not ordinary called crime, and calling it by this name does not make it worse, just as refraining from calling it crime does not make it better than it otherwise would be.”
Kejahatan ini biasa dilakukan oleh orang-orang yang memiliki jabatan yang tinggi atau orang-orang terhormat, biasanya dilakukan tanpa adanya kekerasan tetapi disertai dengan manipulasi, kecurangan dan pengelakan.
Ada beberapa dampak dari kejahatan ini seperti kerugian material dan rusaknya tatanan masyarakat.
Faktor-faktor yang menyebabkan white collar crime yaitu :
  • ·         Kerawanan kondisi sosial ekonomi
  • ·         Penyelenggaraan pemerintahan dan manajemen yang kurang baik
  • ·         Kontrol yang kurang efektif dan efisien
  • ·         Pembangunan yang serba tertutup
  • ·         Lemahnya peraturan perundang-undangan yang ada
  • ·         Tindakan hukum yang belum tegas



Tidak ada komentar:

Posting Komentar