TEORI FRAUD
Fraud
Triangle (Segitiga Fraud)
Menurut teori ini, ada tiga faktor yang
mendorong terjadinya sebuah kecurangan (fraud) yaitu pressure (tekanan),
opportunity (peluang), dan rationalization (rasionalisasi atau sikap),
sebagaimana tergambar berikut ini:
Pressure
Pressure
adalah dorongan yang menyebabkan seseorang melakukan fraud, biasanya dorongan
ini berupa tekanan yang dihadapi oleh seorang karyawan terkait dengan masalah
pekerjaan yang menumpuk dan harus diselesaikan dalam waktu yang singkat.
Tekanan ini bisa menjadi pendorong terjadinya fraud .
Opportunity
Opportunity
adalah peluang yang biasanya dimanfaatkan untuk melakukan fraud. Peluang ini
bisa terjadi karena internal control yang kurang atau sedang lengah kemudian
dijadikan kesempatan oleh karyawan untuk melakukan fraud.
Rationalization
Rasionalisasi
merupakan elemen penting dalam terjadinya fraud. Pada tahap rasionalisasi,
pelaku berusaha mencari pembenaran terhadap apa yang dilakukannya seperti
beralasan bahwa dia mencuri asset untuk membantu keluarga di rumah atau dia
korupsi untuk membayar utang yang menumpuk. Etika seseorang sangat
diperhitungkan disini, jika pada dasarnya orang tersebut jujur, maka kecil
kemungkinan dia akan melakukan fraud, begitu pula sebaliknya.
Jika
tekanan dan peluang yang ada sangat tinggi sedangkan etika atau rasionalisai
seseorang rendah (buruk), maka kemungkinan terjadinya fraud semakin tinggi.
sebaliknya, jika tekanan dan peluangnya rendah sedangkan etika atau
rasionalisasi seseorang besar (baik) maka kemungkinan terjadinya fraud semakin
kecil atau bahkan tidak ada.
Fraud
Diamond
Selain
tiga faktor yang telah disebutkan pada Fraud Triangle, pada kenyataannya ada
satu faktor lagi yang dapat memungkinkan terjadinya fraud yaitu Individual Capability. Individual capability merupakan daya
atau kemampuan pribadi seseorang yang memungkinkan untuk melakukan fraud di
perusahaan seperti kecerdasan, jabatan, atau bahkan kebiasaan melakukan
kebohongan.
Dalam
Fraud Diamond, kemampuan atau kapabilitas individu memiliki peran penting dalam
upaya terjadinya fraud. Oleh karena itu, jika kemampuan atau kapabilitas
seseorang dapat digunakan dengan sebaik-baiknya, kecil kemungkinan fraud akan
terjadi.
Jadi,
menurut teori ini, seseorang dapat melakukan fraud jika ada tekanan, peluang,
dan rasionalisasi yang didukung dengan adanya kemampuan untuk melakukan fraud
Fraud
Pentagon
Teori terbaru
yang mengupas lebih dalam mengenai faktor-faktor pemicu fraud adalah Teori Fraud
Pentagon (Crowe’s fraud pentagon theory). Teori ini dikemukakan oleh Crowe
Howarth pada 2011. Teori fraud pentagon merupakan perluasan dari teori fraud
triangle yang sebelumnya dikemukakan oleh Cressey, dalam teori ini menambahkan
dua elemen fraud lainnya yaitu kompetensi (competence) dan arogansi
(arrogance).
Kompetensi
(competence) yang dipaparkan dalam teori fraud pentagon memiliki makna yang
serupa dengan kapabilitas/kemampuan (capability) yang sebelumnya dijelaskan
dalam teori fraud diamond oleh Wolfe dan Hermanson pada 2014. Kompetensi/kapabilitas
merupakan kemampuan karyawan untuk mengabaikan kontrol internal, mengembangkan
strategi penyembunyian, dan mengontrol situasi sosial untuk keuntungan
pribadinya (Crowe,2011). Menurut Crowe arogansi adalah sikap superioritas atas
hak yang dimilki dan merasa bahwa kontrol internal atau kebijakan perusahaan
tidak berlaku baginya.
Fraud scale
Teori fraud
scale merupakan teori lanjutan dari teori fraud triangle. Teori ini mengukur
kemungkinan tindakan penipuan dengan cara mengevaluasi kekuatan tekanan,
kesempatan dan integritas pribadi. Ketika tekanan situasional dan kesempatan
untuk melakukan fraud tinggi namun integritas personal rendah maka kemungkinan
terjadinya fraud akan sangat tinggi. Kesempatan yang dimaksud disini adalah
adanya asimetri informasi dan kondisi pengendalian internal dalam sebuah
orgnaisasi. Motivasi seseorang melakukan fraud adalah untuk keuntungan pribadi.
Dalam kondisi adanya asimetri informasi
dan tidak terdapat elemen pengendalian internal dalam organisasi, individu
dengan level penalaran moral rendah cenderung akan memanfaatkan situasi
tersebut untuk keuntungan pribadinya, misalnya tindakan yang berhubungan dengan
kecurangan akuntansi. Kondisi tersebut sesuai dengan yang ada dalam tingkatan
level preconventional Kohlberg yaitu individu yang memiliki level penalaran
moral rendah memiliki motivasi utama untuk kepentingan pribadinya. Sementara
itu, individu dengan level penalaran tinggi dalam kondisi tidak terdapat elemen
pengendalian internal di organisasi tetap tidak akan melakukan kecurangan
akuntansi yang tidak etis dan akan merugikan banyak pihak.
Fraud white collar crime
White-collar
crime adalah suatu kejahatan yang nyata.Hal ini diungkapkan oleh Sutherland
(1940) yang menyatakan bahwa :
“White-collar
crime is real crime. It is not ordinary called crime, and calling it by this
name does not make it worse, just as refraining from calling it crime does not
make it better than it otherwise would be.”
Kejahatan ini
biasa dilakukan oleh orang-orang yang memiliki jabatan yang tinggi atau
orang-orang terhormat, biasanya dilakukan tanpa adanya kekerasan tetapi
disertai dengan manipulasi, kecurangan dan pengelakan.
Ada beberapa
dampak dari kejahatan ini seperti kerugian material dan rusaknya tatanan
masyarakat.
Faktor-faktor
yang menyebabkan white collar crime yaitu :
- · Kerawanan kondisi sosial ekonomi
- · Penyelenggaraan pemerintahan dan manajemen yang kurang baik
- · Kontrol yang kurang efektif dan efisien
- · Pembangunan yang serba tertutup
- · Lemahnya peraturan perundang-undangan yang ada
- · Tindakan hukum yang belum tegas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar